Sabtu, 30 April 2011

Harta Dalam Ekonomi Islam

Pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia. Kata maal itu sendiri berakar dari kata dan frase: مول ، ملت ، لت تموّ ، تمو sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah Hadits:" Sebaik-baik maal ialah yang berada pada orang yang saleh." (Bukhari dan Muslim)
Pengertian harta secara Istilah Madzhab Hanafiyah: Semua yang mungkin dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Dua unsur menurut madzhab: 1. Dimiliki dan disimpan 2. Biasa dimanfaatkan dan menurut Jumhur Fuqaha; Setiap yang berharga yang harus diganti apabila rusak, menurut Hambali: apa-apa yang memiliki manfaat yang mubah untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi darurat. Imam Syafii: barang-barang yang mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia). Ibnu Abidin: segala yang disukai nafsu atau jiwa dan bisa disimpan sampai waktu ia dibutuhkan. As Suyuti dinukil dari Imam Syafii: tidak ada yang bisa disebut mal (harta) kecuali apa-apa yang memiliki nilai penjualan dan diberi sanksi bagi orang yang merusaknya. Harta (nilai harta).
Islam memandang harta dengan acuan akidah yang disarankan Al-Qur’an, yakni dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan hak milik. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya karena hikmah Ilahiah. Hubungan manusia dengan lingkungannya diikat oleh berbagai kewajiban, sekaligus manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang.
Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu.
Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu:
a. Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
b. Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan, kita kembali ke kampung akhirat.
c. Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan.
PENGELOLAAN HARTA DALAM ISLAM
Ada 3 poin penting dalam pengelolaan harta kekayaan dalam Islam (sesuai Al-Qur’an dan Hadits); yaitu:
• Larangan mencampur-adukkan yang halal dan batil. Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Fajr (89): 19; ”Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)”
• Larangan mencintai harta secara berlebihan Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Fajr (89): 20; ”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”
• ”Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya” (hadits Muslim)
Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah hak sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu bukanlah tujuan tetapu sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Dalam Al-Quran surat Al-Hadiid (57):7 disebutkan tentang alokasi harta.
”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu ’menguasainya’. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu akan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Yang dimaksud dengan menguasai disini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hak milik pada hakikatnya adalah milik Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena itu tidak boleh kikir dan boros.
Belanja dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat berproduksi sehingga terpenuhinya segala kebutuhan hidupnya. Jika tidak ada manusia yang bersedia menjadi konsumen, dan jika daya beli masyarakat berkurang karena sifat kikir melampaui batas, maka cepat atau lambat roda produksi niscaya akan terhenti, selanjutnya perkembangan bangsa akan terhambat.
Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya serta menafkahkan di jalan Allah. Dengan kata lain Islam memerangi kekikiran dan kebakhilan. Larangan kedua dalam masalah harta adalah tidak berbuat mubadzir kepada harta karena Islam mengajarkan bersifat sederhana. Harta yang mereka gunakan akan dipertanggungjawabkan di hari perhitungan.
Sebagaimana seorang muslim dilarang memperoleh harta dengan cara haram, maka dalam membelanjakannya pun dilarang dengan cara yang haram. Ia tidak dibenarkan membelanjakan uang di jalan halal dengan melebihi batas kewajaran karena sikap boros bertentangan dengan paham istikhlaf harta majikannya (Allah). Norma istikhlaf adalah norma yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki manusia hanya titipan Allah. Adanya norma istikhlaf ini makin mengukuhkan norma ketuhanan dalam ekonomi Islam. Dasar pemikiran istikhlaf adalah bahwa Allah-lah Yang Maha Pemilik seluruh apa dan siapa yang ada di dunia ini: langit, bumi, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, batuan, dans ebagainya, baik benda hidup ataupun mati, yang berpikir ataupun tidak bepikir, manusia atau nonmanusia, benda yang terlihat ataupun tidak terlihat.
Islam membenarkan pengikutnya menikmati kebaikan dunia. Prinsip ini bertolak belakang dengan sistem kerahiban Kristen, Manuisme Parsi, Sufisme Brahma, dan sistem lain yang memandang dunia secara sinis. Sikap mubadzir akan menghilangkan kemaslahatan harta, baik kemaslahatan pribadi dan orang lain. Lain halnya jika harta tersebut dinafkahkan untuk kebaikan dan untuk memperoleh pahala, dengan tidak mengabaikan tanggungan yang lebih penting. Sikap mubadzir ini akan timbul jika kita merasa mempunyai harta berlebihan sehingga sering membelanjakan harta tidak untuk kepentingan yang hakiki, tetapi hanya menuruti hawa nafsunya belaka. Allah sangat keras mengancam orang yang berbuat mubadzir dengan ancaman sebagai temannya setan.
Muhammad bin Ahmad As-Shalih mengemukakan jika Islam telah melarang berlaku boros, maka Islam juga telah menetapkan balasan bagi orang yang menghamburkan harta kekayaan, yaitu mencegahnya dari membelanjakan harta tersebut. Inilah yang disebut hajr. Menurut para fuqaha, hajr adalah mencegah seseorang dari bertindak secara utuh oleh sebab-sebab tertentu. Di antara sebab-sebab itu adalah kecilnya usia sehingga harta itu tidak musnah karena kecurangan, tipu muslihat, dan tindakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Ada beberapa ketentuan hak milik pribadi untuk sumber daya ekonomi dalam Islam:
a. Harta kekayaan harus dimanfaatkan untuk kegiatan produktif (melarang penimbunan dan monopoli);
b. Pembayaran zakat serta pendistribusian (produktif/konsumtif)
c. Penggunaan yang berfaidah (untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan material-spiritual)
d. Penggunaan yang tidak merugikan secara pribadi maupun secara kemasyarakatan dalam aktivitas ekonomi maupun non ekonomi. kepemilikan yang sah sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah dalam aktifitas transaksi ekonomi.
ABDULLAH BIN ZUBEIR
Seorang Tokoh Syahid Yang Luar Biasa"

Ketika menempuh padang pasir yang panas bagai menyala dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah yang terkenal itu, ia masih merupakan janin dalam rahim ibunya. Demikianlah telah menjadi taqdir bagi Abdullah bin Zubeir melakukan hijrah bersama Kaum Muhajirin selagi belum muncul ke alam dunia, masih tersimpan dalam perut ibunya .... Ibunya Asma, - semoga Allah ridla kepadanya dan ia jadi ridla kepada Allah - setibanya di Quba, suatu dusun di luar kota Madinah, datanglah saat melahirkan, dan jabang bayi yang muhajir itu pun masuklah ke bumi Madinah bersamaan waktunya dengan masuknya muhajirin lainnya dari shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam ... !
Bayi yang pertama kali lahir pada saat hijrah itu, dibawa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya di Madinah, maka diciumnya kedua pipinya dan dikecupnya mulutnya, hingga yang mula pertama masuk ke rongga perut Abdullah bin Zubeir itu ialah air selera Rasulullah shallallahu 'alaihi i wasallam yang mulia. Kaum Muslimin berkumpul dan beramai-ramai membawa bayi yang dalam gendongan itu berkeliling kota sambil membaca tahlil dan takbir. Latar belakangnya ialah karena tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para shahabatnya tinggal menetap di Madinah, orang- orang Yahudi merasa terpukul dan iri hati, lalu melakukan perang urat saraf terhadap Kaum Muslimin. Mereka sebarkan berita bahwa dukun-dukun mereka telah menyihir Kaum Muslimin dan membuat mereka jadi mandul, hingga di Madinah tak seorang pun akan mempunyai bayi dari kalangan mereka... !
Maka tatkala Abdullah bin Zubeir muncul dari alam gaib, hal itu merupakan suatu kenyataan yang digunakan taqdir untuk menolak kebohongan orang-orang Yahudi di Madinah dan mematahkan tipu muslihat mereka ... !
Di masa hayat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam , Abdullah belum mencapai asia dewasa. Tetapi lingkungan hidup dan hubungannya yang akrab dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, telah membentuk kerangka kepahlawanan dan prinsip hidupnya, sehingga darma baktinya dalam menempuh kehidupan di dunia ini menjadi buah bibir orang dan tercatat dalam sejarah dunia. Anak kecil itu tumbuh dengan amat cepatnya dan menunjukkan hal-hal yang luar biasa dalam kegairahan, kecerdasan dan keteguhan pendirian. Masa mudanya dilaluinya tanpa noda, seorang yang suci, tekun beribadat, hidup sederhana dan perwira tidak terkira ....
Demikianlah hari-hari dan peruntungan itu dijalaninya dengan tabi'atnya yang tidak berubah dan semangat yang tak pernah kendor. Ia benar-benar seorang laki-laki yang mengenal tujuannya dan menempuhnya dengan kemauan yang keras membaja dan keimanan teguh luar biasa....
Sewaktu pembebasan Afrika, Andalusia dan Konstantinopel, ia yang waktu itu belum melebihi usia tujuh belas tahun, tampak sebagai salah seorang pahlawan yang namanya terlukis sepanjang masa ....
Dalam pertempuran di Afrika sendiri, Kaum Muslimin yang jumlahnya hanya duapuluh ribu sang tentara, pernah menghadapi musuh yang berkekuatan sebanyak seratus duapuluh ribu orang.
Pertempuran berkecamuk, dan pihak Islam terancam bahaya besar! Abdullah bin Zubeir melayangkan pandangannya meninjau kekuatan musuh hingga segeralah diketahuinya di mana letak kekuatan mereka. Sumber kekuatan itu tidak lain dari raja Barbar yang menjadi panglima tentaranya sendiri. Tak putus-putusnya raja itu berseru terhadap tentaranya dan membangkitkan semangat mereka dengan cara istimewa yang mendorong mereka untuk menerjuni maut tanpa rasa takut ....
Abdullah maklum bahwa pasukan yang gagah perkasa ini tak mungkin ditaklukkan kecuali dengan jatunya panglima yang menakutkan ini. Tetapi betapa caranya untuk menemuinya, padahal untuk sampai kepadanya terhalang oleh tembok kukuh dari tentara musuh yang bertempur laksana angin puyuh ... !
Tetapi semangat dan keberanian Ibnu Zubeir tak perlu diragukan lagi untuk selama-lamanya... ! Dipanggilnya sebagian kawan-kawannya, lalu katanya: "Lindungi punggungku dan mari menyerbu bersamaku... !" Dan tak ubah bagai anak panah lepas dari busurnya, dibelahnya barisan yang berlapis itu menuju raja musuh, dan demi sampai di hadapannya, dipukulnya sekali pukul, hingga raja itu jatuh tersungkur. Kemudian secepatnya bersama kawan-kawannya, ia mengepung tentara yang berada di sekeiiling raja dan menghancurkan mereka ...,lalu dikuman dangkannya Allahu Akbar... !
Demi Kaum Muslimin melihat bendera mereka berkibar di sana, yakni di tempat panglima Barbar berdiri menyampaikan perintah dan mengatur siasat, tahulah mereka bahwa kemenangan telah tercapai. Maka seolah-olah satu orang jua, mereka menyerbu ke muka, dan segala sesuatu-pun berakhir dengan keuntungan di pihak Muslimin ... !
Abdullah bin Abi Sarah, panglima tentara Islam, mengetahui peranan penting yang telah diiakukan oleh Ibnu Zubeir. Maka sebagai imbalannya disuruhnya ia menyampaikan sendiri berita kemenangan itu ke Madinah terutama kepada khalifah Utsman bin Affan....
Hanya kepahlawanannya dalam medan perang bagaimana juga unggul dan luar biasanya, tetapi itu tersembunyi di balik ketekunannya dalam beribadah ....Maka orang yang mempunyai tidak hanya satu dua alasan untuk berbangga dan menyombongkan dirinya ini akan menakjubkan kita karena selalu ditemukan dalam lingkungan orang-orang shaleh dan rajin beribadat.
Maka balk derajat maupun kemudaannya, kedudukan atau harta bendanya, keberanian atau kekuatannya, semua itu tidak mampu untuk menghalangi Abdullah bin Zubeir untuk menjadi seorang laki-laki 'abid yang berpuasa di siang hari, bangun malam beribadat kepada Allah dengan hati yang khusu' niat yang suci.
Pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz mengatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah: "Cobalah ceritakan kepada kami kepribadian Abdullah bin Zubeir!" Maka ujarnya: "Demi Allah! Tak pernah kulihat Jiwa yang tersusun dalam rongga tubuhnya itu seperti jiwanya! Ia tekun melakukan shalat, dan mengakhiri segala sesuatu dengannya. ... Ia ruku' dan sujud sedemikian rupa, hingga karena amat lamanya, maka burung-burung gereja yang bertengger di atas bahunya atau punggungnya, menyangkanya dinding tembok atau kain yang tergantung. Dan pernah peluru meriam batu lewat antara janggut dan dadanya sementara ia shalat, tetapi demi Allah, ia tidak peduli dan tidak goncang, tidak pula memutus bacaan atau mempercepat waktu ruku' nya
Memang, berita-berita sebenamya yang diceritakan orang tentang ibadat Ibnu Zubeir, hampir merupakan dongeng. Maka di dalam shaum dan shalat, dalam menunaikan haji dan serta zakat, ketinggian cita serta kemuliaan diri dalam bertenggang di waktu malam - sepanjang hayatnya - untuk bersujud dan beribadat, dalam menahan lapar di waktu siang, - juga sepanjang usianya - untuk shaum dan jihadun nafs ..., dan dalam keimanannya yang teguh kepada Allah ...dalam semua itu ia adalah tokoh satu-satunya tak ada duanya
Pada suatu kali Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ditanyai orang mengenai Ibnu Zubeir. Maka walaupun di antara kedua orang ini terdapat perselisihan paham, Ibnu Abbas berkata: "Ia adalah seorang pembaca Kitabullah, dan pengikut sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam, tekun beribadat kepada-Nya dan shaum di siang hari karena takut kepada-Nya.. • Seorang putera dari pembela Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ibunya ialah Asma puteri Shiddiq, sementara mak-tuanya ialah Khadijah istri dari Rasululiah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka tak ada seorang pun sedang membicarakan khalifah yang telah pergi berlalu bernama Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu, tanpa mengindahkan tata-tertib kesopanan dan tidak didasari oleh kesadaran, mereka dicelanya, katanya: "Demi Allah, aku tak sudi meminta bantuan dalam menghadapi musuhku kepada orang-orang yang membenci Utsman ''~ Pada saat itu ia sangat memerlukan bantuan, tak ubah bagai seorang yang tenggelam membutuhkan pertolongan, tetap uluran tangan orang tersebut ditolaknya Keterbukaannya terhadap diri pribadi serta kesetiaannya terhadap aqidah dan prinsipnya, menyebabkannya tidak peduli kehilangan duaratus orang pemanah termahir yang Agama mereka tidak dipercayai dan berkenan di hatinya! Padahal waktu itu ia sedang berada dalam peperangan yang akan menentukan hidup matinya, dan kemungkinan besar akan berubah arah, seandainya pemanah-pemanah ahli itu tetap berada di sampingnya.,,.!
Kemudian pembangkangannya terhadap Mu'awiyah dan puteranya Yazid sungguh-sungguh merupakan kepahlawanan! Menurut pandangannya, Yazid bin Mu'awiyah bin Abi Sufyan itu adalah laki-laki yang terakhir kali dapat menjadi khalifah Muslimin, seandainya memang dapat ... ! Pandangannya ini memang beralasan, karena dalam soal apa pun juga, Yazid tidak becus! Tidak satu pun kebaikan dapat menghapus dosa-dosanya yang diceritakan sejarah kepada kita, maka betapa Ibnu Zubeir akan mau bai'at kepadanya, ?
Kata-kata penolakannya terhadap Mu'awiyah selagi ia masih hidup amat keras dan tegas. Dan apa pula katanya kepada Yazid yang telah naik menjadi khalifah dan mengirim utusannya kepada Ibnu Zubeir mengancamnya dengan nasib jelek apabila ia tidak membai'at pada Yazid ... ? Ketika itu Ibnu Zubeir memberikan jawabannya: "Kapan pun, aku tidak akan bai'at kepada si pemabok ... !" kemudian katanya berpantun : "Terhadap hal bathil tiada tempat berlunak lembut kecuali bila geraham dapat mengunyah batu menjadi lembut ".
Ibnu Zubeir tetap menjadi Amirul Mu'minin dengan mengambil Mekah al-Mukarramah sebagai ibu kota pemerintahan dan membentangkan kekuasaannya terhadap Hijaz, Yaman, Bashrah, Kufah, Khurasan dan seluruh Syria kecuali Damsyik, setelah ia mendapat bai'at dari seluruh warga kota-kota daerah tersebut di atas.
Tetapi orang-orang Banu Umaiyah tidak senang diam dan berhati puas sebelum menjatuhkannya, maka mereka melancarkan serangan yang bertubi-tubi, yang sebagian besar di antaranya berakhir dengan kekalahan dan kegagalan. Hingga akhirnya datanglah masa pemerilitahan Abdul Malik bin Marwan yang untuk menyerang Abdullah di Mekah itu memilih salah seorang anak manusia yang paling celaka dan paling merajalela dengan kekejaman dan kebuasannya ... ! Itulah dia Hajjaj ats-Tsaqafi, yang mengenai pribadinya, Umar bin Abdul Aziz, Imam yang adil itu pernah berkata: "Andainya setiap ummat datang dengan membawa kesalahan masing-masing, sedang kami hanya datang dengan kesalahan Hajjaj seorang saja, maka akan lebih berat lagi kesalahan kami dari mereka semua... !"
Dengan mengerahkan anak buah dan orang-orang upahannya, Hajjaj datang memerangi Mekah ibukota Ibnu Zubeir. Dikepungnya kota itu serta penduduknya, selama lebih kurang enam bulan dan dihalanginya mereka mendapat makanan dan air, dengan harapan agar mereka meninggalkan Ibnu Zubeir sebatang kara, tanpa tentara dan sanak saudara. Dan karena tekanan bahaya kelaparan itu banyaklah yang menyerahkan diri, hingga Ibnu Zubeir mendapatkan dirinya tidak berteman atau kira-kira demikian .... Dan walaupun kesempatan untuk meloloskan diri dan menyelamatkan nyawanya masih terbuka, tetapi Ibnu Zubeir memutuskan akan memikul tanggung jawabnya sampai titik terakhir. Maka ia terus menghadapi serangan tentara Hajjaj itu dengan keberanian yang tak dapat dilukiskan, padahal ketika itu usianya telah mencapai tujuh puluh tahun Dan tidaklah dapat kita melihat gambaran sesungguhnya dari pendirian yang luar biasa ini, kecuali jika kita mendengar percakapan yang berlangsung antara Abdullah dengan ibunya yang agung dan mulia itu, Asma' binti Abu Bakar, yakni di saat-saat yang akhir dari kehidupannya. Ditemuinya ibunya itu dan dipaparkannya di hadapannya suasana ketika itu secara terperinci, begitupun mengenai akhir kesudahan yang sudah nyata tak dapat dielakkan lagi ....
Kata 'Asma' kepadanya: "Anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu! Apabila menurut keyakinanmu, engkau berada di jalan yang benar dan berseru untuk mencapai kebenaran itu, maka shabar dan tawakallah dalam melaksanakan tugas itu sampai titik darah penghabisan. Tiada kata menyerah dalam kamus perjuangan melawan kebuasan budak-budak Bani Umaiyah ... ! Tetapi kalau menurut pikiranmu, engkau hanya mengharapkan dunia, maka engkau adalah seburuk-buruk hamba, engkau celakakan dirimu sendiri serta orang-orang yang tewas bersamamu!"
Ujar Abdullah: "Demi Allah, wahai bunda! Tidaklah ananda mengharapkan dunia atau ingin hendak mendapatkannya... ! Dan sekali-kali tidaklah anakanda berlaku aniaya dalam hukum Allah, berbuat curang atau melanggar batas ... !"
Kata Asma' pula: - 'Aku memohon kepada Allah semoga ketabahan hatiku menjadi kebaikan bagi dirimu, baik engkau mendahuluiku menghadap Allah maupun aku. Ya Allah, semoga ibadahnya sepanjang malam, shaum sepanjang siang dan bakti kepada kedua orang tuanya, Engkau terima disertai cucuran Rahmat-Mu. Ya Allah, aku serahkan segala sesuatu tentang dirinya kepada kekuasaan-Mu, dan aku rela menerima keputusan-Mu. Ya Allah berilah aku pahala atas segala perbuatan Abdullah bin Zubeir ini, pahalanya orang-orang yang shabar dan bersyukur ... !"
Kemudian mereka pun berpelukan menyatakan perpisahan dan selamat tinggal.. Dan beberapa saat kemudian, Abdullah bin Zubeir terlibat dalam pertempuran sengit yang tak seimbang, hingga syahid agung itu akhirnya menerima pukulan maut yang menewaskannya. Peristiwa itu menjadikan Hajjaj kuasa Abdul Malik bin Marwan berkesempatan melaksanakan kebuasan dan dendam kesumatnya, hingga tak ada jenis kebiadaban yang lebih keji kecuali dengan menyalib tubuh syahid suci yang telah beku dan kaku itu.
Bundanya, wanita tua yang ketika itu telah berusia sembilan puluh tujuh tahun, berdiri memperhatikan puteranya yang disalib. Dan bagaikan sebuah gunung yang tinggi, ia tegak menghadap ke arahnya tanpa bergerak. Sementara itu Hajjaj datang menghampirinya dengan lemah lembut dan berhina diri, katanya: "Wahai ibu, Amirui Mu'minin Abdulmalik bin Marwan memberiku wasiat agar memperlakukan ibu dengan balk ... !" "Maka adakah kiranya keperluan ibu ?. Bagaikan berteriak dengan suara berwibawa wanita itu berkata: "Aku ini bukanlah ibumu ... ! Aku adalah ibu dari orang yang disalib pada tiang karapan ..!
Tiada sesuatu pun yang kuperlukan daripadamu. Hanya aku akan menyampaikan kepadamu sebuah Hadits yang kudengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabdanya:
"Akan muncul dari Tsaqif seorang pembohong dan seorang durjana ...! Adapun si pembohong telah sama-sama kita hetahui ....!Adapun si durjana, sepengetahuanku hanyalah hamu I"
Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu datang menghiburnya dan mengajak- nya bershabar. Maka jawabnya: -- "Kenapa pula aku tidak akan shahar, padahal kepala Yahya bin Zakaria sendiri telah diserahkan kepada salah seorang durjana dari durjana-durjana Bani Isra'il !".
Oh, alangkah agungnya anda, wahai puteri Abu Bakar Shiddiq radhiyallahu 'anhu ... ! Memang, adakah lagi kata-kata yang lebih tepat diucapkan selain itu kepada (,rang-orang yang telah memisahkan kepala Ibnu Zubeir dari tubuhnya sebelum mereka menyalibnya !
Tidak salah! Seandainya kepala Ibnu Zubeir telah diberikan sebagai hadiah bagi Hajjaj dan Abdul Malik, maka kepala Nabi yang mulia yakni Yahya 'alaihissalam dulu juga telah diberikan sebagai hadiah bagi Salome, seorang wanita yang durjana dan hina dari Bani Israil ... ! Sungguh, suatu tamsil yang tepat dan kata-kata yang jitu ... !
Kemudian mungkinkah kiranya bagi Ahdullah bin Zubeir akan melanjutkan hidupnya di bawah tingkat yang amat tinggi dari keluhuran, keutamaan dan kepahlawanan ini, sedang yang menyusukannya ialah wanita yang demikian corak bentuk-nya
Salam kiranya terlimpah atas Abdullah ... ! Dan kiranya terlimpah pula atas Asma'...!
Salam bagi kedua mereka di lingkungan syuhada yang tidak pernah fana... !
Dan di lingkungan orang-orang utama lagi bertaqwa
ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al-Marwazi lahir pada tahun 118 H/736 M. Ayahnya seorang Turki dan ibunya seorang Persia. Ia adalah seorang ahli Hadits yang terkemuka dan seorang zahid termasyhur. Abdullah bin Mubarak telah belajar di bawah bimbingan beberapa orang guru, baik yang berada di Merv maupun di tempat-tempat lainnya, dan ia sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain di dalam gramatika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Ia meninggal dunia di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797 M. Banyak karya-karyanya mengenai Hadits, salah satu di antaranya dengan tema "Zuhud masih dapat kita jumpai hingga waktu sekarang ini."
PERTAUBATAN ABDULLAH BlN MUBARAK
Abdullah bin Mubarak sedemikian tergila-gila kepada seorang gadis dan membuat ia terus-menerus dalam kegundahan. Suatu malam di musim dingin ia berdiri di bawah jendela kamar kekasihnya sampai pagi hari hanya karena ingin melihat kekasihnya itu walau untuk sekilas saja. Salju turun sepanjang malam itu. Ketika adzan Shubuh terdengar, ia masih mengira bahwa itu adalah adzan untuk shalat 'Isya. Sewaktu fajar menyingsing, barulah ia sadar betapa ia sedemikian terlena dalam merindukan kekasihnya itu. "Wahai putera Mubarak yang tak tahu malu!". Katanya kepada dirinya sendiri. "Di malam yang indah seperti ini engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari karena hasrat pribadimu. tetapi apabila seorang imam shalat membaca surah yang panjang engkau menjadi sangat gelisah."
Sejak saat itu hatinya sangat gundah. Kemudian ia bertaubat dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah. Sedemikian sempurna kebaktiannya kepada Allah sehingga pada suatu hari ketika ibunya memasuki taman, ia lihat anaknya tertidur di bawah rumpun mawar sementara seekor ular dengan bunga narkisus di mulutnya mengusir lalat yang hendak mengusiknya.
Setelah bertaubat itu Abdullah bin Mubarak meninggalkan kota Merv untuk beberapa lama menetap di Baghdad. Di kota inilah ia bergaul dengan tokoh-tokoh sufi. Dari Baghdad ia pergi ke Mekkah kemudian ke Merv. Penduduk Merv menyambut kedatangannya dengan hangat. Mereka kemudian mengorganisir kelas-kelas dan kelompok-kelompok studi. Pada masa itu sebagian penduduk beraliran Sunnah sedang sebagiannya lagi beraliran fiqh. Itulah sebabnya mengapa Abdullah disebut sebagai toko yang dapat diterima oleh kedua aliran itu. Ia mempunyai hubungan baik dengan kedua aliran tersebut dan masing-masing aliran itu mengakuinya sebagai anggota sendiri. Di kota Merv, Abdullah mendirikan dua buah sekolah tinggi, yang satu untuk golongan Sunnah dan satu lagi untuk golongan Fiqh. Kemudian ia berangkat ke Hijaz dan untuk kedua kalinya menetap di Mekkah.
Di kota ini ia mengisi tahun-tahun kehidupannya secara berselang-selang. Tahun pertama ia menunaikan ibadah haji dan pada tahun kedua ia pergi berperang, tahun ketiga ia berdagang. Keuntungan dari perdagangannya itu dibagikannya kepada para pengikutnya. la biasa membagi-bagikan kurma kepada orang-orang miskin kemudian menghitung biji buah kurma yang mereka makan, dan memberikan hadiah satu dirham untuk setiap biji kepada siapa di antara mereka yang paling banyak memakannya.
Abdullah sangat teliti dalam kesalehannya. Suatu ketika ia mampir di sebuah warung kemudian pergi shalat. Sementara itu kudanya yang berharga mahal menerobos ke dalam sebuah ladang gandum. Kuda itu lalu ditinggalkannya dan meneruskan perjalanan-nya dengan berjalan kaki. Mengenai hal ini Abdullah berkata: "Kudaku itu telah mengganyang gandum-gandum yang ada pemiliknya". Pada peristiwa lain, Abdullah melakukan perjalanan dari Merv ke Damaskus untuk mengembalikan sebuah pena yang dipinjamnya dan lupa mengembalikannya.
Suatu hari Abdullah melalui suatu tempat. Orang-orang mengatakan kepada seorang buta yang ada di situ bahwa Abdullah sedang melewati tempat itu. "Mintalah kepadanya segala sesuatu yang engkau butuhkan!" "Abdullah berhentilah!", orang buta itu berseru. Abdullah lalu berhenti. " Doakanlah kepada Allah untuk mengembalikan penglihatanku ini!", ia memohon kepada Abdullah. Abdullah menundukkan kepala lalu berdoa. Seketika itu juga orang buta itu dapat melihat kembali.

Rabu, 27 April 2011

Al-HIWALAH & AL-RAHN

PENGERTIAN
Al-Hiwalah menurut bahasa adalah al-Intiqal yaitu memindahkan (perpindahan).
Adapun menurut istilah al-hiwalah adalah:
نقل المطالبة من ذمة المدين إلى ذمة الملتزم
Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berhutang kepada tanggung jawab orang lain yang berkewajiban”.
Al-Hiwalah juga berarti:
تحويل الدين من ذمة المحيل إلى ذمة المحال عليه
“ Pemindahan hutang dari tanggungan yang memindahkan kepada orang yang menerima pindahan”.

DASAR HUKUM AL-HIWALAH

Al-Hiwalah dalam hutang menurut Islam adalah boleh. Hal ini berdasarkan atas dasar Hadits dan ijma’.
Sabda Nabi S.A.W. yang berbunyi:
ومن أحيل على مليء فليتبع
“Dan barang siapa yang dipindahhkan (hutangnya) ke atas orang kaya maka ikutlah (terimalah)”.
Adapu dasar ijma’, para Ulama’ telah bersepakat atas kebolehan aqad al-hiwalah ini.

RUKUN AL-HIWALAH

Menurut al-Hanafiyyah rukun al-hiwalah hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul yang dilakukan oleh al-Muhil (yang memindahkan) dan al-Muhal ‘alaih (yang menerima pindahan).
Adapun menurut al-Syafi’iyyah rukun al-Hiwalah ada empat yaitu:
  1. Muhil yaitu orang yang memindahkan (orang pertama yang punya tanggungan)
  2. Muhal yaitu  orang yang berhak atas hutang (orang yang dihutangi)
  3. Muhal ‘alaih yaitu orang yang menerima pindahan (orang kedua yang punya tanggungan).
  4. Shighat hiwalah yaitu ijab dai muhil dan qabul dari muhal dan muhal ‘alaih.

SYARAT AL-HIWALAH

Al-Hiwalah mempunyai beberapa syarat, yaitu:
  1. Muhil, Muhal dan muhal ‘alaih harus orang baligh dan berakal.
  2. Relanya muhil, muhal dan muhal ‘alaih.
  3. Barang yang dipindahkan harus berupa utang.

HUKUM YANG TIMBUL

Adanya aqad hiwalah ini, maka ada beberapa konswekensi hukum yang timbul, diantaranya yaitu:
  1. Bebasnya Muhil dari beban tanggungan.
  2. Tetapnya tanggungan kepada muhal ‘alih.
  3. Muhal tidak boleh menuntut (menagih) kepada muhil lagi, tapi kepada Muhal ‘alaih.


PENAMATAN AL-HIWALAH

Aqad Hiwalah ini berakhir jika:
  1. Rusaknya aqad hiwalah sebelum aqad selesai.
  2. Rusaknya hak yang dimiliki Muhal dengan kematian ataupun bangkrut (Muflis).
PENGERTIAN
Rahn (gadai) menurut bahasa adalah al-tsubut (penetapan) dan al-Habs (penahanan).
Sedangkan  menurut istilah adalah:
حبس شيئ بحق يمكن إستيفاؤه منه
“Menahan sesuatu dengan hak yang memungkinkan diperoleh bayaran darinya dengan sempurna”.
هو عقد وثيقة بمال
“Gadai adalah aqad jaminan dengan menggunakan harta”.
حعل عين وثيقة بد ين يستوفى منها عند تعذر وفائه
“Menjadikan zat suatu benda sebagai jaminan utang, yang dapat melunasi utangnya pada waktu tidak bisa memenuhi utang”.

LEGALITAS SYAR’I AKAD GADAI

Aqad gadai disyari’atkan dalam Islam. Hal ini dapat didasarkan kepada:
  1. Firman Allah yang berbunyi:
وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فوهان مقبوضة
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, mka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang”.
  1. Hadits Nabi yang berbunyi:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم اشترى من يهودي طعاما ورهنه درعا من حديد
“Sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah membeli makanan dari orang Yahudi, dan memberi tanggungan baju besi”.

UNSUR DAN RUKUN GADAI

Gadai mempunyai beberapa unsur yaitu:
  1. Rahin, yaitu orang yang menggadaikan.
  2. Murtahin, yaitu orang yang menerima gadai.
  3. Marhun, yaitu barang yang digadaikan.
  4. Marhun bih, yaitu utang.
Adapun rukun gadai menurut al-Hanafiyyah yaitu Ijab dan qabul dari oramg yang menggadaikan dan menerima gadai.
Sedangkan menurut selain al-Hanafiyyah rukun gadai ada empat yaitu:
  1. Shighat, yaitu ijab dan qabul yang dilakukan oleh orang yang menggadaikan dan menerima gadai.
  2. ‘Aqid yaitu orang yang berakad (Rahin dan Murtahin)
  3. Marhun yaitu barang yang digadaikan (dijaminkan)
  4. Marhun bih, yaitu utang.
  5.  

SYARAT-SYARAT GADAI

  1. Orang yang berakad mestilah ahli tasarruf yaitu mampu membelanjakan harta seperti ahli dalam jual beli.
  2. Shighat yang digunakan tidak dihubungkan dengan syarat maupun dengan zaman yang akan datang.
  3. Barang yang digadaikan harus berupa harta mutaqawwam dan berada dalam penguasaan Murtahin.

KESAN YANG TIMBUL

Setelah akad gadai dilaksanakan dengan sempurna dengan penyerahan barang gadaian kepada murtahin, maka akan timbul beberapa kesan. Diantaranya adalah:
  1. Tergantungnya hutang denga barang yang digadaikan. Ini maknanya barang gadaian menjadi jaminan hutang.
  2. Hak penahanan barang oleh Murtahin. Ini karena barang yang digadaikan merupakan jaminan hutang, maka barang mestilah berada dalam penahanan Murtahin.
  3. Murtahin harus menjaga barang yang digadaikan. Ini karena barang gadaian bukan milik Murtahin melainkan ia hanya sebagai barang jaminan.
  4. Pembiayaan atas barang yang digadaikan. Menurut al-Hanafiyyah pembiayaan dibebankan kepada Rahin jika berhubungan dengan kemaslahatan dan kekalan barang dan pembiayaan dibebankan kepada Murtahin jika berhubungan dengan penjagaan barang. Sedangkan menurut jumhur pembiayaan dibebankan seluruhnya kepada Rahin
  5. Pengambilan manfaat barang gadai.
Pemanfaatan barang gadaian oleh Rahin terdapat dua pendapat. Pertama pendapatnya Jumhur, bagi Rahin tidak diperbolehkan memanfaatkan barang gadaian. Kedua pendapatnya al-Shafi’I, bagi Rahin boleh mengambil manfaat dari barang gadaian.
Sedangkan pemanfaatan barang gadaian oleh Murtahin juga terdapat dua pendapat. Pertama Jumhur, Murtahin tidak diperbolehkan mengambil manfaat dari barang gadaian meskipun mendapat izin dari Rahin. Kedua pendapatnya al-Hanabilah, jika barang gadai berupa binatang ternak yang dapat diambil susunya , maka murtahin boleh mengambil manfaat barang gadai tersebut diselaraskan dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan.
  1. Resiko kerusakan barang gadaian. Menurut al-Hanafiyyah murtahin bertanggung jawab penuh atas barang gadaian maka, murtahin berkewajiban mengganti barang gadaian jika mengalami kerusakan atau hilang, baik karena kelalaian maupun tidak. Sedangkan menurut jumhur Murtahin tidak bertanggung jawab (mengganti) barang gadaian yang hilang atau rusak jika disebabkan bukan kelalaian atau keteledoran murtahin.
  2. Murtahin harus mengembalikan barang gadaian kepada Rahin setelah selesainya hutang atau selesainya aqad gadai.

PENAMATAN AKAD GADAI
  1. Penyerahan barang gadai kepada Rahin.
  2. Pelunasan hutang oleh Rahin.
  3. Bebasnya Rahin dari tanggung jawab hutang.
  4. Pembatalan akad oleh murtahin.
  5. Ditasharufkannya barang gadai dengan ijarah, hibah atau sodaqah.

Antropologi Kampus

          Seiring sang waktu mengarungi samudra takdir hingga kita sampai pada materi diskusi kali ini dengan tema Antropologi Kampus. Sebelum masuk kemateri bahasan kita pahami dulu definisi dari antropologi dan kampus itu sendiri sehingga nanti mudah-mudahan kita dapat memahami materi ini .
            Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:
  • William A.haviland.”antropologi adl studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi  yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya  serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keaneragaman manusia.”
  • David hunter “antropologi adl ilmu yang lahir dari  kenginintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.”
  • Koentjaraningrat “antropologi adl ilmu yang mempelajariumat manusia pada umumnya, dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyareakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keneragaman fisik serta kebudayaan(cara berprilaku ,tradisi, dan nilai-nilai)yang dihasilkan sehigga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Sedangkan kampus, Banyak orang yang masih mengartikan sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi yang merupakan wahana dan sarana belajar mengajar, pewarisan ilmu, dan pemberdayaan manusia, padahal disisi lain kampus adalah salah satu pusat yang telah melahirkan kompleksitas ide atau gagasan , aktivitas perilaku ,dan nilai-nilai insani  manusia yang bersumber dari budinya.yang diramu dari pengetahuan dan pengalamannya. Kampus juga merupakan salah satu unsure kebudayaan.
Unsure-unsur dari nsuatu kebudayaan dalam artian disini adl budaya kampus kita tidak dapat dimasukkan kedalam budaya kampus lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu. Tetapi haruslah dingat budaya itu tidak selalu bersifat statis,ia selalu berubah. Tanpa adanya gangguan dari kebudayaan lain atu asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari luar akan ada individu-individu dalam kebuyaan itu sendiri yang akan memperkenalkan variasi –variasi baru dalam tingkah laku yang ahirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari kebudayaan tersebut. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan kebudayaan tersebut secara  lambat laun menyesuaikan diri dengan  perubahan  yang terjadi trsebut,.
Apabila dilihat dari pengertian antropologi sendiri kemudian diterapkan dalam kehidupan kampus jelas artinya adlah tujuan kita mempelajari antropologi kampus agar kita mampu memahami tentang budaya-budaya kampus baik itu cara berperilaku, tradisi dan nilai-nilai dalam dunia kampus tersebut.
Suatu perubahan dalam kampus tidak akan terjadi apabila kita sebagi mahasiswa tidak mampu mengexplor segala kemampuan kita sebagai wujud tanggung jawab social sebagi mahasiswa.karena kampus hanyalah benda mati yang tidak akan berbuat pada diri kita apabila kita hanya terdiam tanpa berbuat apapun.
Dalam meyikapi semua itu ada bermacam macam tipe mahasiswa yang ada dalam dunia kampus yang sudah dijadikan budaya dan perilaku yang mana mereka mempuyai alas an-alasan mengapa berperilaku seperti itu , mahasiswa itu terbagi dalam kelompok antara lain sbg brikut:
1.       akademis
2.       agamis
3.       apatis ( tidak mau tau )
4.       hedonis (bersikap seenaknya sendiri)
5.       kritis
dari pengelompokan diatas jelas semuanya ada secara berdampingan tingaal kita sendiri yang mampu menilai diposisi mana kita berada.

Sabtu, 23 April 2011

PRINSIP DASAR PERBANKAN SYARI’AH
A. Pendahuluan
Walau Indonesia sebagai sebuah Negara dengan pemeluk agama Islam terbesar, produk keuangan berprinsip syariah baru dikenal beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terbatas. Dimulai dari sektor perbankan, dengan berdirinya Bank Muamalat pada November 1991. Prinsip syariah tidak hanya terb...atas pada konteks perbankan, melainkan juga meliputi berbagai kegiatan ekonomi dan investasi, termasuk di pasar modal dan asuransi.
Anda tentu pernah mendengar istilah bank syariah, atau, lebih luas lagi ekonomi berbasis syariah. Bahkan boleh jadi, banyak di antara Anda yang sudah menggunakan jasa lembaga keuangan syariah. Sebagian dari Anda ada yang menganggap bank syariah hanya untuk komunitas muslim. Apakah benar demikian, bank syariah hanya diperuntukan bagi kaum muslim saja?
Maaf, kesalahan yang besar bila beranggapan seperti itu. Bank Syariah sebenarnya berlaku untuk semua orang atau Universal. Syariah itu sendiri hanyalah sebuah prinsip atau sistem yang sesuai dengan aturan atau ajaran Islam. Siapa saja dapat memanfaatkan jasa keuangan bank syariah.
Ketika krisis moneter melanda Indonesia, medio 1997, sistem syariah telah memberikan manfaat bagi banyak kalangan. Tentunya Anda ingat, pada saat itu, suku bunga pinjaman melambung tinggi hingga puluhan persen. Akibatnya, banyak dari kalangan usaha yang tidak mampu membayar. Tapi, fenomena ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah. Para pengusaha tersebut tidak perlu membayar bunga sampai puluhan persen, mereka cukup berbagi hasil dengan bank syariah. Penentuan persentasi bagi hasil dilakukan di awal pengambilan pinjaman.

B. Pembahasan
1. Pengertian
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Sedangkan prinsip dasar perbankan syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
a. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
b. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
c. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
d. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
e. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
2. Produk dan Jasa Perbankan Syari’ah
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, sacara garis besar produk yang ditawarkan oleh perbankan syari’ah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Produk penyaluran dana (financing)
Produk pembiayaan syari’ah terbagi ke dalam empat kategori, yaitu:
1) Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Transaksi jual beli dibedakan bedasarkan bentuk pembayaran waktu penyerahan barangnya, yaitu:
a) Pembiayaan Murabahah
Dalam pembiayaan murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil.
b) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Di dalam masyarakat pembiayaan ini dikenal dengan jual beli pesanan. Dalam perbankan syari’ah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama.
c) Pembiayaan Istishna’
Produk istishna’ menyerupai produk salam, tapi dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Sistem istishna’ dalam Bank Syari’ah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
2) Pembiayaan dengan prinsip sewa
Transaksi ijaroh dilandasi dengan adanya perpindahan manfaat. Bank Syari’ah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagai bentuk produk yang diletakkan pada skim pembiayaan, diantara caranya bank terrlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewa kepada nasabahmenurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.

3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Produk pembiayaan syari’ah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:
a). Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan dengan keuntungan dibagi sesame merekamenurut porsi yang disepakati.
b). Pembiayaan Mudharabah
Mudlarabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
4) Pembiayaan dengan akad pelengkap
Akad pelengkap tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
Akad-akad pelengkap tersebut adalah sebagai berikut:
a). Hiwalah ( Alih Hutang-Piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
b). Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam mamberikan pembiayaan.

c). Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya sebagai pinjaman talangan haji, pinjaman tunai dari produk kartu kredit syari’ah, pinjaman kepada pengusaha kecil, dan pinjaman kepada pengurus bank.
d). Wakalah (Perwakilan)
Aplikasi wakalah dalam perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bankuntuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer uang.
e). Kafalah ( Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.

b. Produk penghimpunan dana (funding)
Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiru dari:
1) Modal
Modal merupakan dana ( dalam bentuk pembelian saham) yang diserahkan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividend an penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syari’ah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah pada saham perseroan bank.
2) Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syari’ah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan cara wadi’ah atau titipan. Wadi’ah ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan, namun bank tidak menperjanjikan hasil dari benda titipan yang dimanfaatkan tersebut kepada nasabah.

3) Investasi (Mudharabah)
Investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerja sama antara pemilik dana ( shahib al-maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank.
c. Produk Jasa (service)
1) Wakalah, adalah akad perwakilan antara dua pihak, di mana pihak pertamamewakilkan sesuatu urusan kepada pihakkedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.
2) Kafalah, adalah menjadikan seseorang (penjamin) ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam penulisan atau pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank.
3) Hawalah, adalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain.
4) Ju’alah, adalah suatu kontrak di manapihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama.
5) Rahn, adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
6) Qardh, adalah pembelian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
7) Sharf, adalah transaksi pertukaran antara uang dengan uang. Maksudnya pertukaran valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan dengan uang domestic atau mata uang lainnya.

C. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa secara teknis dalam perbankan syariah tidak ada perbedaan, hal ini karena di bank syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi jika teliti maka akan terlihat beberapa perbedaan, yakni :
a. Pada akad nya.
b. Imbalan yang diberikan.
c. Sasaran kredit pembiayaan.
Ketiga nya tersebut diatas merupakan perbedaan yang ada dan tersirat antara perbankan syariah dengan konvensional, yang dimana dalam syariah lebih berpijak kepada syar’i serta lebih mementingkan maslahah dengan mempertimbangkan social dengan salah satu caranya bagi hasil, sedangkan dalam konvensional tidak. Konvensional tidak mengenal istilah syar’i yang penting untung. Patokan utama nya adalah mencari keuntungan dengan salah satu jalannya dengan penambahan dalam pengembalian ketika nasabah meminjam uang, dalam istilah islam nya dikenal dengan Riba.

DAFTAR PUSTAKA


Dewi, Gemala.2006. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia.Kencana Prenada Media Group: Jakarta
http://blog.keuanganpribadi.com/prinsip-dasar-produk-perbankan-syariah/
http://www.kafesyariah.net/prinsip-dasar-perbankan-syari’ah/
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. PT. Raja Grafindo Persada:Jakarta
Zulkifli,Sunarto.2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah. Zikrul Hakim: Jakarta

Minggu, 17 April 2011

HUKUM ADAT



 Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Batak Toba
(Suatu Analisis Berdasarkan Hukum Adat)

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada hakekatnya perkembangan hukum adat tidak dapat dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam pembangunan hukum nasional, peranan hukum adat sangat penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada hukum adat yang berlaku.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis dan bersifat dinamis yang senantiasa dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Bila hukum adat yag mengatur sesuatu bidang kehidupan dipandang tidak sesuai lagi dengn kebutuhan warganya maka warganya sendiri yang akan merubah hukum adat tersebut agar dapat memberi manfaat untuk mengatur kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pengetua adat.
Hukum adat mengalami perkembangan karena adanya interaksi sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain. Persintuhan itu mengakibatkan perubahan yang dinamis terhadp hukum adat.
Selain tidak terkodifikasi, hukum adat itu memiliki corak :
1) Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisionil.
Bahwa peraturan hukum adat umumnya oleh rakyat dianggap berasal dari nenek moyang yang legendaris (hanya ditemui dari cerita orang tua).
2) Hukum adat dapat berubah
Perubahan dilakukan bukan dengan menghapuskan dan mengganti peraturan-peraturan itu dengan yang lain secara tiba-tiba, karena tindakan demikian itu akan bertentangan dengan sifat adat istiadat yang suci dan bahari. Akan tetapi perubahan terjadi oleh pengaruh kejadian-kejadian , pengaruh peri kedaan hidup yang silih berganti-ganti. Peraturan hukum adat harus dipakai dan dikenakan oleh pemangku adat (terutama oleh kepala-kepala) pada situasi tertentu dari kehidupan sehari-hari; dan peristiwa-peristiwa demikian ini, sering dengan tidak diketahui berakibat pergantian, berubahnya peraturan adat dan kerap kali orang sampai menyangka, bahwa peraturan-peraturan lama tetap berlaku bagi kedaaan-keadaan baru.
3) Kesanggupan hukum adat menyesuaikan diri.
Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan dengan cepat berkembang modern) memperlihatkan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan elastisiteit yang luas. Suatu hukum sebagai hukum adat,

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 1


yang terlebih-lebih ditimbulkan keputusan di kalangan perlengkapan masyarakat belaka, sewaktu-waktu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan baru.1

Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisionil. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.2
Hukum adat mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berasal dari nenek moyang dan berlaku secara turun temurun. Hukum adat mengatur tentang masalah perkawinan, anak, harta perkawinan, warisan, tanah dan lain-lain yang selalu dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat agar tercapai ketertiban dalam masyarakat. Hukum adat ini selalu dijunjung tinggi pelaksanaannya. Hukum adat juga mengatur tentang pengangkatan anak.
Dalam pengangkatan anak di Indonesia, pedoman yang dipergunakan saat ini adalah :
1. Staatsblad 1917 No. 129 mengenai adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 (merupakan penyempurnaan dari dan sekaligus menyatakan tidak berlaku lagi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1979) jo Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 1989 tentang pengangkatan Anak yang berlaku bagi warga negara Indonesia.
3. Hukum adat (Hukum tidak tertulis).
4. Jurisprudensi

Dalam menentukan kriteria sah tidaknya suatu pengangkatan anak termasuk akibat hukumnya pada masyarakat daerah tertentu, seperti di kalangan masyarakat suku Jawa, Tionghoa, saat ini sudah ada beberapa jurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai pedoman. Pengangkatan anak bagi golongan Bumiputera menurut tata cara hukum adatnya masih dianggap sah dan akibat hukumnya juga tunduk kepada hukum adatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tujuan dari pengangkatan anak yaitu mengutamakan kesejahteraan anak.
Meskipun pengangkatan anak harus dilakukan berdasarkan hukum adat yang berlaku, namun masih diperlukan lagi pengesahan dengan suatu penetapan pengadilan atau dengan suatu akta notaris yang disahkan oleh pengadilan setempat.
Di daerah Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, anak laki-laki merupakan penerus keturunan ataupun marga dalam silsilah keluarga. Anak laki-laki sangat berarti kehadirannya dalam suatu keluarga. Pada masyarakat Batak Toba, apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka ia dapat mengangkat seorang anak laki-laki yang disebut dengan “anak naniain” dengan syarat anak laki-laki yang diangkat haruslah berasal dari lingkungan kaluarga atau kerabat dekat orang yang mengangkat. Pengangkatannya haruslah dilaksanakan secara terus terang yaitu dilakukan di hadapan “dalihan na tolu” dan pemuka-pemuka adat yang bertempat tinggal di desa sekeliling tempat tinggal orang yang mengangkat anak.
Apabila syarat-syarat pengangkatan anak sebagaimana diuraikan di atas telah terpenuhi, maka anak tersebut akan menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya dan tidak lagi mewaris dari orang tua kandungnya.
1 Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan oleh A. Soehardi, Sumur Bandung, bandung, 1971, hal 7.
2 R. Supomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Universitas, 1963, hal 6.e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 2
Konsekwensi dari pengangkatan anak yang demikian ini, tentu mempunyai pengaruh terhadap terhadap kedudukan anak tersebut baik terhadap orang kandungnya maupun terhadap orang tua angkat si anak. Hal di atas merupakan latar belakang pemilihan topik tentang anak angkat dalam sistem hukum adat Batak Toba.
B. Permasalahan
1. Bagaimanakah asas-asas pengangkatan anak menurut hukum adat Batak Toba.
2. Bagaimanakah akibat hukum dari pengangkatan anak pada masyarakat Batak Toba.

BAB II
PENGANGKATAN ANAK DAN AKIBAT HUKUMNYA
A. Pengangkatan anak
Pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan adopsi. Adopsi berasal dari Adoptie (Belanda) atau adoption (Inggris). Adoption artinya pengangkatan, pemungutan, adopsi, dan untuk sebutan pengangkatan anak disebut adoption of a child.3
Supomo menyebutkan di seluruh wilayah hukum (Jawa barat) bilamana dikatakan “mupu, mulung atau mungut anak” yang dimaksudkan ialah mengangkat anak orang lain sebagai anak sendiri.4
B. Ter Haar Bzn berpendapat : Adoption is common throughout the Archipelago. By means it is a child, who does not belong to the family group, is brought into the family un such a way that his relationship amongs to the same thing as a true kinship relation. (Adopsi pada umumnya terdapat di seluruh nusantara. Artinya, bahwa perbuatan pengangkatan anak dari luar kerabatnya, yang memasukkan dalam keluarganya begitu rupa sehingga menimbulkan hubungan kekeluargaan yang sama seperti hubungan kemasyarakatan yang tertentu biologis.)5
Di Batak Toba dikenal anak naniain, yaitu semacam anak angkat yang harus memenuhi syarat-syarat :
a. Yang mau mengain haruslah tidak mempunyai anak laki-laki;
b. Anak yang diangkat tersebut haruslah dari antara anak-anak saudaranya atau keluarga dekat lainnya;
c. Harus “dirajahon” artinya harus dengan upacara adat yang telah ditentukan untuk itu yang dihadiri oleh keluarga dekat, “dalihan na tolu” serta pengetua-pengetua dari kampung sekelilingnya (raja-raja bius).

“Anak naniain” berasal dari kata dasar “ain” artinya “angkat”, yang menurut kamus Batak Toba Indonesia karangan J. Warneck, anak niain berarti anak angkat sedangkan
3 Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981, hal 13.
4 B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di Kemudian hari, Rajawali, Jakarta, 1983, hal 39.
5 B. Ter Haar, Adat law in Indonesia, Terjemahan Hoebel, E Adamson dan A. Arthur Schiler, Jakarta, 1962, hal 175. e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 3
mangain artinya mengangkat seseorang menjadi anak sendiri misal keluarga yang tidak mempunyai anak.6
Nain” ditambah kata depan “na” dalam bahasa Indonesia artinya “yang”, jadi “anak naniain” artinya anak yang diangkat.
Dirajahon” berarti diresmikan dengan upacara adat Batak Toba.
Dalihan Natolu” yang juga disebut “Dalihan Nan Tungku Tiga” (artinya Tungku Nan Tiga) adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di dalam Dalihan Natolu terdapat 3 unsur hubungan kekeluargaa, yang sama dengan tungku sederhana dan praktis yang terdiri dari 3 buah batu. Ketiga unsur hubungan kekeluargaan itu ialah :7
1. Dongan Sabutuha (teman semarga);
2. Hulahula (keluarga dari pihak isteri);
3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki).

Di lingkungan masyarakat Batak Toba dikenal pengangkatan anak secara umum dan khusus.
Pengangkatan anak secara umum adalah pengangkatan anak yang sifatnya formal dan bukan merupakan peristiwa hukum. Oleh karena itu perbuatan tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Misalnya : memberi marga bagi isteri atau suami yang bukan berasal dari Batak Toba.
Pengangkatan anak secara khusus adalah pengangkatan yang merupakan peristiwa hukum serta mempunyai akibat hukum, misalnya anak naniain.
Menurut hukum adat Batak Toba, subyek pengangkatan anak adalah orang yang sudah kawin tetapi tidak mempunyai anak laki-laki. Misalnya orang tersebut sudah mempunyai anak tetapi perempuan semua sehingga ia dapat mengangkat anak laki-laki. Sedangkan obyek pengangkatan anak anak laki-laki (belum kawin atau sudah kawin) dari saudara-saudaranya atau keluarga dekat yang mengangkat.
B. Asas-asas Dalam Pengangkatan Anak
Pasal 12 UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menenutkan ;
a) Pengangkatan Anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak;
b) Kepentingan kesejahteraan anak yang termaktub adalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;
c) Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal ini mengandung asas mengutamakan kesejahteraan anak angkat.
Pasal 5 ayat 1 Stb. 1917 No. 129 tentang adopsi yang berlaku bagi golongan Tionghoa menentukan bila seorang laki-laki, kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-laki yang sah dalam garis laki-laki, baik karena hubungan darah maupun karena pengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya.
Selanjutnya Pasal 6 menentukan : Yang boleh diangkat sebagai anak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang tidak kawin dan tidak mempunyai anak, yang belum diangkat orang lain.
6 J. Warneck, Kamus Batak toba- Indonesia, Judul asli Toba batak Nederlands Woordenbook, duterjemahkan oleh P. Leo Joosten Ofm Cap, Bina Media, Jakarta, 2001, hal 5.
7 T.M. Sihombing, Filasaft Batak, Balai Pustaka, jakarta, 1986, hal 71. e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 4
Ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Stb. 1917 No. 129 mengandung asas mengangkat anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan.
Sesuai dengan perkembangan jaman keluar Yurisprudensi yaitu Keputusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta No. 907/1963/P tertanggal 29 Mei 1963 bagi golongan Tionghoa diperbolehkan mengadopsi anak perempuan.
Ter Haar menyatakan ada beberapa alasan dalam pengangkatan anak di beberapa daerah, antara lain :8
1) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan adalah karena rasa takut bahwa keluarga yang bersangkutan akan punah (Fear of extinction of afamily);
2) Rasa takut akan meninggal tanpa mempunyai keturunan dan sangat kuatir akan hilang garis keturunannya (Fear of diving childless and so suffering the axtinction of the line of descent).

Dari motivasi di atas terkandung asas mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunan.
Di daerah Tapanuli, Nias, Gayo, Lampung, Maluku, Kepulauan Timor dan Bali yang menganut garis patrilineal, pengangkatan anak pada prinsipnya hanya pengangkatan anak laki-laki dengan tujuan utamanya adalah untuk meneruskan keturunan.
Selain asas-asas sebagaimana diuraikan di atas, dalam pengangkatan anak terkandung juga asas yang lain yaitu :
Asas kekeluargaan
Asas kemanusiaan
Asas persamaan hak
Asas musyawarah dan mufakat.
Asas tunai dan terang.

C. Akibat hukum Pengangkatan Anak
Menurut hukum adat tata cara pengangkatan anak dapat dilaksanakan dengan cara :9
a. Tunai/kontan artinya bahwa anak itu dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan ke dalam kerabat yang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-benda magis, uang, pakaian.
b. Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan para Kepala Persekutuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata hukum masyarakat.

Terhadap tata cara pengangkatan anak menurut hukum adat, Mahkamah Agung dalam putusannya No. 53 K/Pdt/1995, tanggal 18 Maret 1996 berpendapat bahwa dalam menentukan sah tidaknya status hukum seorang anak angkat bukan semata-mata karena tidak memiliki Penetapan dari Pengadilan negeri, dimana SEMA RI No. 2 tahun 1979 jo SEMA RI No. 6 Tahun 1983 jo SEMA RI No. 4 Tahun 1989 merupakan Petunjuk Teknis dari Mahkamah Agung kepada para Hakim Pengadilan untuk kepentingan penyidangan permohonan anak angkat yang bersifat voluntair dan khusus hanya untuk penetapan anak angkat saja.
Pengangkatan anak tentu membawa konsekwensi yuridis. Dan hal ini di tiap-tiap daerah berbeda sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Bahkan untuk daerah
8 B. Ter Haar, Op cit hal, 175.
9 Iman Sudiyat, Hukum Adat – Sketsa Adat, Liberty, Yogyakarta, 1999, hal 102 e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 5
yang menganut sistem kekerabatan yang sama belum tentu mempunyai karakteristik yang sama.
Ter Haar menyebutkan bahwa anak angkat berhak atas warisan sebagai anak, bukannya sebagai orang asing. Sepanjang perbuatan ambil anak (adopsi) telah menghapuskan perangainya sebagai “orang asing’ dan menjadikannya perangai “anak” maka anak angkat berhak atas warisan sebagai seorang anak. Itulah titik pangkalnya hukum adat. Namun boleh jadi, bahwa terhadap kerabatnya kedua orang tua yang mengambil anak itu anak angkat tadi tetap asing dan tidak mendapat apa-apa dari barang asal daripada bapa atau ibu angkatnya- atas barang-barang mana kerabat-kerabat sendiri tetap mempunyai haknya yang tertentu, tapi ia mendapat barang-barang (semua) yang diperoleh dalam perkawinan. Ambil anak sebagai perbuatan tunai selalu menimbulkan hak sepenuhnya atas warisan.10
Wirjono Prodjodikoro berpendapat pada hakekatnya seorang baru dapat dianggap anak angkat, apabila orang yang mengangkat itu, memandang dalam lahir dan bathin aanak itu sebagai anak keturunannya sendiri.11
Di daerah batak Toba ditentukan bahwa anak naniain berbeda dengan anak angkat menurut pengertian sehari-hari ialah tidak dapatnya diangkat anak (laki-laki) dari siapapun kecuali dari keluarga dekat untuk menjadi anak naniain. Anak naniain menjadi ahli waris dari ayah yang mengainnya dan kehilangan hak mewaris dari orang tua kandungnya.12
Pengadilan dalam praktek telah merintis mengenai akibat hukum di dalam pengangkatan antara anak dengan orang tua sebagai berikut :
a. Hubungan darah : mengenai hubungan ini dipandang sulit untuk memutuskan hubungan anak dengan orangtua kandung.
b. Hubungan waris : dalam hal waris secara tegas dinyatakan bahwa anak sudah tidak akan mendapatkan waris lagi dari orangtua kandung. Anak yang diangkat akan mendapat waris dari orangtua angkat.
c. Hubungan perwalian : dalam hubungan perwalian ini terputus hubungannya anak dengan orang tua kandung dan beralih kepada orang tua angkat. Beralihnya ini, baru dimulai sewaktu putusan diucapkan oleh pengadilan. Segala hak dan kewajiban orang tua kandung berlaih kepada orang tua angkat.
d. Hubungan marga, gelar, kedudukan adat; dalam hal ini anak tidak akan mendapat marga, gelar dari orang tua kandung, melainkan dari orang tua angkat.13

Stb, 1917 No. 219 menentukan bahwa akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah sebagai berikut :
a. Pasal 11 : anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi.
b. Pasal 12 ayat 1 : anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi. Konsekwensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari orang yang mengadopsi.

10 B. Ter Haar, Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjmahan oleh K. ng. Soebakti Poesponot, Pradnya Paramita, jakarta, 1985, hal 247.
11 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur ,Bandung, 1976, hal 29.
12 Bastian tafal, Opcit, hal 105.
13 M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau dari segi Hukum, Akademika Pressindo, jakarta, 1985, hal 21. e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 6
Konsekwensi lebih lanjut adalah karena dianggap dilahirkan dari perkawinan orang yang mengadopsi, maka dalam keluarga adoptan, adoptandus berkedudukan sebagai anak sah, dengan segala konsekwensi lebih lanjut.14
Bila anak adopsi dianggap dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan adoptandus berkedudukan sebagai anak sah maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Apabila adopsi dilakukan sebelum keluarnya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada KUHPerdata yang meliputi :
a. Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak, yaitu orang tua wajib memelihara dan mendidik sekalian anak mereka yang belum dewasa (Pasal 298 ayat 2 KUHPerdata). Sepanjang perkawinan bapak dan ibu tiap-tiap anak sampai ia menjadi dewasa, tetap di bawah kekuasaan orang tua sepanjang kekuasaan orang tua itu belum dicabut (Pasal 299 KUHPerdata).
b. Kekuasaan orang tua terhadap harta kekayaan anak, yaitu terhadap anak yang belum dewasa, maka orang tua harus mengurus harta kekayaan anak itu (Pasal 307 KUHPerdata).
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu tiap-tiap anak, dalam umur berapapun wajib menaruhkehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya serta berhak atas pemeliharaan dan pendidikan.
2. Apabila adopsi dilakukan setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1974, maka akibat hukumnya tunduk kepada UU No. 1 Tahun 1974 yang meliputi :
a. Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu :
Di dalam Pasal 45 dinyatakan bahwa :
a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Di dalam Pasal 47 dinyatakan :
a) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

Pasal 49 menentukan :
a) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas atau saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal :
1. Ia sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya,
2. Ia berkelakuan buruk sekali.

b. Kewajiban orang tua terhadap harta benda anak, yaitu :
Di dalam pasal 48 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan :

14 J. Satrio, Hukum keluarga Tentang kedudukan Anak Dalam Undang-undang, Citra aditya, bandung, 2000, hal. 236. e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 7


Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
c. Hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu selain berhak atas pemeliharaan dan pendidikan juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 46 UU No. 1 tahun 1974 yaitu :
1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
2) Jika anak telah dewasa ia wajib memelihara menurut kemampuannya orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.

Karena adopsi, maka terputus segala hubungan keperdataan antara anak adopsi dengan orang tua kandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, M, Pengangkatan Anak Ditinjau dari segi Hukum, Akademika Pressindo, Jakarta, 1985.
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981
Prodjodikoro, R. Wirjono Hukum Warisan di Indonesia, Sumur ,Bandung, 1976
Supomo R, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Universitas, 1963
Sihombing, T.M., Filasaft Batak, Balai Pustaka, Jakarta, 1986
Sudiyat, Iman, Hukum Adat – Sketsa Adat, Liberty, Yogyakarta, 1999
Satrio .J., Hukum keluarga Tentang kedudukan Anak Dalam Undang-undang, Citra Aditya, Bandung, 2000
Tafal , Bastian B., Pengangkatan Anak Menurut hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di Kemudian hari, Rajawali, Jakarta, 1983
Ter Haar B, Adat law in Indonesia, Terjemahan Hoebel, E Adamson dan A. Arthur Schiler, Jakarta, 1962
----------Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, Terjmahan oleh K. ng. Soebakti Poesponot, Pradnya Paramita, jakarta, 1985, hal 247.
Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan oleh A. Soehardi, Sumur Bandung, Bandung, 1971
Warneck J, Kamus Batak Toba- Indonesia, Judul asli Toba batak Nederlands Woordenbook, diterjemahkan oleh P. Leo Joosten Ofm Cap, Bina Media, Jakarta, 2001
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 8