Selasa, 03 Mei 2011

MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI
A. SEJARAH PEMBENTUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.
Mahkamah konstitusi diatur oleh undang undang No 24 tahun 2003 yang telah disepakati oleh DPR RI dan juga presiden Republik Indonesia adapun isi dari undang Undan tentang mahkamah konstitusi seperti yang ada di bawah ini dibagi menjadi beberapa bab serta penjelasaanya.



B. Mahkamah konstitusi

1. Bab I
Tentang ketentuan umum
Yaitu terdiri dari satu pasal yang didalamnya membahas tentang apa itu mahkamah konstitusi siapa yang dimaksud dewan perwakilan rakyat juga mengenai tentang masalah permohonan

2. Bab II
Kedudukan dan susunan
Pada bap kedua yaitu masalah kedudukan dan susunan terdiri dari 8 pasalyaitu pasal 2 sampai pasal 9 yang masing masing menjelaskan masalah pasal dua dan tiga menjelaskan tentang kekuasaan serta kedudukan mahkamah konstitusi sedangkan pasal 4 sampai 6 tentang susunan mahkamah konstitusi dan mahkamah konstitusi itu sendiri serta kepanitraan dan pasal 7 sampai 9 mengenai ketentuan fungsi dan tugas organisasi serta anggaran mahkamah konstitusi.

3. Bab III
Kekuasaan Mahkamah Konstitusi
Pada bab tiga ini terdiri dari dua bagaian bagian yang pertama yaitu pasal 10 dan 11 tentang wewenang dan bagian kedua yaitu pasal 12 sampai 14 tentang Tanggung Jawab dan Akuntabilitas

4. Bab IV
Pengankatan dan pemberhentian hakim kanstitusi
Pada bab ke-4 ini terdapat dua bagian bagian yang pertama yaitu pasal 15 sampai 21 membahas tentang masalah pengangkatan mahkamah konstitusi dan bagian kedua yaitu pasal 22 sampai 27 membahas tentan masa jabatan mahkamah konstitusi.



5. Bab V
Hukum acara
Pada bab ini terdapat dua belas bagian pertama pasal 28 pembahasan masalah umum, bagian kedua mengenai pengajuan permohonan terdiri dari pasal 29 sampai 31, bagian ketiga maslah Pendaftaran Permohonan dan Penjadwalan Sidang dibahas pada pasal 32 sampai 35, bagian ke empat mengenai Alat Bukti dinahas pada pasal 36 dan 37 bagian ke lima mengenai Pemeriksaan Pendahuluan di bahas pada pasal 38- 39, bagian ke-6 mengenai pemeriksaan persidangan yaitu pada pasal 40 sampai 44, bagian ke-7 mengenai putusan dibahas pada pasal 45 sampai 49, pada bagian ke-8 membahas mengenai Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar yaitu pada pasal 50 sampai 60, bagian ke-9 mengenai Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar terdapat pada pasal 61 sampai 67, pada bagian ke-10 mengenai pembubaran partai politik terdapat pada pasal 68 sampai 73, pada bagian ke-11 membahas mengenai perselisihan hasil pemilihan umum yaitu pasal 74 sampai 79, dan pada bagian yang terakhir membahas tentang Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden terdapat pada pasal 80 sampai 85.

6. Bab VI
Ketentuan lain-lain
Yang di bahas pada pasal 86

7. Bab VII
Ketentuan peralihan
Yang dibahas pada pasal 87

8. Bab VIII
Ketentuan penutup
Yang dibahas pada pasal terakhir yaitu 88.




C. Penjelasan atas undang-undang RI No 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berwenang untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan
e. memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan langkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antarlembaga negara.
Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Untuk mendapatkan hakim konstitusi yang memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang ini mengatur mengenai syarat calon hakim konstitusi secara jelas. Di samping itu, diatur pula ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian, cara pencalonan secara transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim konstitusi secara obyektif dan akuntabel.
Hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang ini memuat aturan umum beracara di muka Mahkamah Konstitusi dan aturan khusus sesuai dengan karakteristik masing-masing perkara yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan untuk melengkapi hukum acara menurut Undang-Undang ini.
Mahkamah Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni dilakukan secara sederhana dan cepat.
Dalam Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung., sehingga Undang-Undang ini mengatur pula peralihan dari perkara yang ditangani Mahkamah Agung setelah terbentuknya Mahkamah Konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar